Ayo Hargai Bahasa Jawa - Vidhian Jaya

Sabtu, 04 Maret 2017

Ayo Hargai Bahasa Jawa

Bahan kajian bahasa dalam pendidikan mencakup bahasa Indonesia, bahasa daerah dan bahasa asing dengan pertimbangan, sebagai berikut:
  1. Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional.
  2. Bahasa daerah merupakan bahasa ibu peserta didik.
  3. Bahasa asing terutama bahasa Inggris merupakan bahasa internasional yang sangat penting dalam pergaulan global.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa bahasa daerah dapat dijadikan mata pelajaran wajib dalam kurikulum, memiliki kedudukan yang sama dengan mata pelajaran bahasa lainnya, dan memiliki fungsi yang sama penting dengan bahasa lainnya. Uraian tersebut sudah cukup menjelaskan betapa pentingnya kedudukan bahasa daerah. Lebih dari itu bahasa daerah tetap harus dilestarikan nilai luhurnya agar budaya masyarakat Indonesia yang majemuk dapat tetap bertahan.

Kesadaran akan pentingnya bahasa Jawa sebagai lambang kebanggaan daerah, lambang identitas daerah, alat komunikasi di dalam keluarga dan masyarakat daerah, pendukung bahasa nasional, sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan awal, dan alat pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah akan meningkatkan perhatian dan penghargaan terhadap bahasa daerah ini.

Aksara Jawa

Mengapa kita perlu meningkatkan perhatian dan penghargaan terhadap bahasa Jawa? Guna mendapatkan jawabab atas pertanyaan tersebut makan perlu kiranya mengkaji makna yang terkandung dalam penggunaan bahasa Jawa. Hal yang tidak semestinya diabaikan adalah kesadaran mengenai fungsi bahasa Jawa sebagai alat komunikasi, sehingga mempelajarinya pun cara dan teknik yang efektif agar dapat menggunakan bahasa Jawa sebagai alat tutur dalam berkomunikasi.

Belajar bahasa memiliki karakteristik penekanan pada keterampilan menggunakan bahasa tersebut secara terpadu, bukan hanya memahami bahasa Jawa sebatas kognitif sebagai pengetahuan bahasa Jawa saja. Akan tetapi juga terampil dalam menggunakan bahasa Jawa. Sekurang-kurang kemampuan berbahasa pasif yaitu terampil mendengarkan ketika melakukan pembicaraan dengan orang yang menggunakan bahasa tersebut.

Dalam belajar bahasa Jawa, terdapat esensi belajar yang luar biasa karakteristiknya terkait dengan terbentuknya nilai-nilai dasar dan bagaimana sikap (afektif) yang seharusnya ditunjukkan dari makna bertutur dengan bahasa Jawa. Hal ini dikarenakan, penggunaan bahasa Jawa dengan ketentuan yang akan berimplikasi pada sikap dan keterampilan memposisikan diri.

Berbahasa Jawa hakikatnya tidak hanya sekedar bertutur saja. Tetapi lebih dari itu, yaitu menerapkan makna dari tata cara menuturkannya yang dikenal dengan istilah unggah-ungguh. Untuk mengenal lebih jauh makna berbahasa Jawa, yang sangat prinsip adalah memahami makna huruf Jawa serta memahami tata krama dalam bertutur menggunakan bahasa Jawa.

Huruf ha-na-ca-ra-ka berarti ada utusan yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasad manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur tersebut adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia sebagai ciptaan-Nya.

Huruf da-ta-sa-wa-la berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan datang (saatnya dipanggil) tidak boleh mengelak. Manusia dengan segala atributnya harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan,

Huruf pa-dha-ja-ya-nya berarti menyatunya zat pemberi hidup (khalik) dengan yang diberi hidup (makhluk). Maksudnya padha yaitu sama, atau sesuai, jumbuh, cocok, tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Sedangkan jaya itu menang, unggul sungguh-sungguh dan bukan sekedar menang-menangan atau menang tidak sportif.

Huruf ma-ga-ba-tha-nga berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang Tuhan yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah dan berjalan sesuai garis kodratnya, meskipun manusia juga diberi hak untuk berusaha menanggulanginya. Pasrah dalam hal ini adalah pada takdir yang tidak dapat diubah, namun manusia justru harus berusaha untuk dapat menanggulangi takdirnya yang dapat diubah.

Budaya Jawa berkontribusi terhadap pengembangan kebudayaan lokal, nasional dan global secara harmonis. Penggunaan bahasa Jawa yang berlangsung dengan hati-hati, memerlukan kehalusan perasaan, intensitas kemauan dan bertingkat-tingkat, mengandung makna dalam pembentukan diri dan pembinaan kepribadian. Seseorang yang ada di depan, para pemuka masyarakat, para pemimpin, haruslah yang dapat memberikan contoh teladan. Golongan menengah perlu turut bersama-sama membantu pembangunan. Sedangkan mayoritas rakyat memberi dukungan dari belakang.

Perkembangan tata krama bahasa, di satu sisi memunculkan dampak terciptanya jarak sosial, namun di sisi lain juga merupakan produk dari kehidupan sosial. Hal ini dapat dijelaskan bahwa struktur masyarakat merupakan faktor pembentuk dari struktur bahasa, dan struktur bahasa yang mengenal tata krama berbahasa merupakan pantulan dari struktur masyarakat dengan tingkatan sosial atu stratifikasi sosial.

Di kalangan keluarga bangsawan dan abdi dalem, penggunaan tataraan krama oleh anak dalam berbicara dengan orang tua mereka adalah suatu keharusan, akan tetapi dalam kalangan orang kebanyakan adalah tidak. Kebiasaan berbicara orang kebanyakan pada masa terakhir, yang melanjutkan tradisi dapat menjadi pegangan.

Sebagai norma pergaulan dalam masyarakat. Dalam bergaul dengan orang lain dalam hidup bermasyarakat, dituntut untuk mengikuti kaidah sosial tertentu. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam bergaul dengan sesama warga masyarakat adalah bahasa Jawa yang dipakai. Seperti halnya terhadap suatu kaidah seseorang yang tidak menaatinya dapat terkena sanksi, demikian juga dalam berbahasa.

Kaidah dalam penggunaan bahasa, dalam hal ini penggunaan tataran bahasa atau tata berbahasa perlu ditaati. Apabila seseorang berbahasa Jawa dengan orang lain dengan tidak tepat tataran yang digunakan, maka pergaulan dengan orang lain tersebut dapat menjadi terganggu, menjadi tidak serasi, menjadi tidak harmonis. Oleh karena itu dalam pergaulan sehari-hari bila menggunakan bahasa Jawa seseorang dituntut oleh masyarakat untuk menggunakan tataran bahasa Jawa secara tepat, sesuai dengan kedudukan seseorang di dalam keluarga, status sosial, tingkat kebangsawanan, umur, atau prestisnya.

Selanjutnya tataran bahasa Jawa dipakai sebagai tata sopan-santun. Pada umumnya penghormatan dengan penggunaan bahasa hanya terbatas dalam kata-kata tertentu. Akan tetapi kemudian makin sering kata hormat dipakai, sehingga frekuensi penggunaan makin tinggi. Dengan ini maka bahasa Jawa bukan lagi hanya mengenai kata-kata hormat, yang ada dalam setiap bahasa, akan tetapi telah menjadi bahasa tersendiri, yaitu bahasa halus, bahasa penghormatan, bahasa krama. Dengan munculnya tata krama berbahasa, seseorang dituntut untuk menggunakan tataran bahasa Jawa yang tepat, sebab kalau tidak tepat akan menimbulkan perasaan tidak enak di antara para pemakainya. Orang-orang desa dan orang-orang yang tidak termasuk dalam kelas terpelajar akan diberi maaf kalau tidak dapat menerapkan aturan secara tepat.

Sebaliknya tidak dapat dimaafkan kalau mengaku terpelajar tetapi tidak dapat berbahasa Jawa secara layak. Hal ini akan dicap sebagai tidak sopan, tidak mengerti sopan santun. Orang yang diajak bicara dengan bahasa yang tidak semestinya akan merasa tidak dihormati, dan karena itu dapat kehilangan simpati.

Penggunaan bahasa Jawa (ngoko krama) berfungsi sebagai alat untuk menyatakan rasa hormat dan keakraban. Tataran krama dipakai untuk menyatakan hormat kepada orang yang diajak bicara, sedang tataran ngoko dipakai untuk memperlihatkan derajat keakraban di antara mereka yang berbicara.

Bahasa Jawa juga berfungsi sebagai pengatur jarak sosial. Untuk menunjukkan keunggulan, kejayaan, dan kebesaran. Pengembangan tataran ngoko krama, membedakan jarak sosial di mana tataran krama merupakan tataran atas, tataran ngoko merupakan tataran bawah. Penggunaan tataran ngoko krama, sebagai wahana untuk membentuk kepribadian seseorang yang dapat menempatkan diri dengan baik.

Dengan memahami makna dari tata krama bahasa dalam berbahasa Jawa, menumbuhkan adanya sikap positif dan apresiasi terhadap bahasa Jawa di kalangan peserta didik sebagai generasi penerus. Pada akhirnya kelestarian bahasa Jawa akan memperoleh jaminan dan muncul kekhawatiran akan masa depan suram bagi bahasa Jawa akan dapat dihindarkan.

Diperbarui pada 4 Maret 2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan baik dan bijak, menghormati satu sama lain. Terima kasih.

Tentang Kami

authorHalo, selamat datang di situs Vidhianjaya. Situs ini dikelola oleh admin yang juga merupakan seorang pendidik dari sekolah vokasi / kejuruan di bidang teknologi dan rekayasa dan Duta Teknologi Kemendikbudristek. Selain sebagai pendidik, kami juga aktif sebagai penulis, konten kreator, penggiat literasi dan digital, serta penggerak organisasi di bidang pendidikan. Kami suka berkarya, berkreasi, dan berbagi dalam banyak hal, terkhususnya bidang pendidikan, literasi, teknologi, sains, digital, dan informasi.
Selengkapnya →



Subscribe Channel

Video Pilihan