Perlunya Menjiwai Bahasa Jawa - Vidhian Jaya

Sabtu, 11 Maret 2017

Perlunya Menjiwai Bahasa Jawa

Bahasa Jawa secara subtansif memiliki filosofi yang sangat dalam bagi masyarakat Jawa sebagai komunitas penggunanya. Ada banyak hal yang menjadi rasionalitas pembelajaran bahasa Jawa di berbagai jenjang pendidikan. Hal yang sangat utama dalam pembelajaran bahasa Jawa yaitu penggunaan bahasa Jawa terutama mengenai tata bahasa yang bukan hanya sekedar pengetahuan saja tetapi juga penerapannya di masyarakat. Bahasa Jawa dikenal bahasa yang paling sopan karena tata bahasanya yang memiliki tingkatan.

Falsafah Jawa Ajining Dhiri Saka Lathi

Tata bahasa adalah tata cara atau kaidah bahasa menurut kedudukan dalam tata krama. Menerapkan tata bahasa sangat diperlukan sebagai sarana interaksi sosial dalam bahasa Jawa ini didasarkan atas rasa kesusilaan dan penghormatan yang merupakan unsur fundamental, dan unsur ini akan sama sepanjang zaman. Rasa kesusilaan dan penghormatan ini bersumber dari watak dan sikap rendah hati. Misalnya selalu berupaya membuat hati orang lain senang, senantiasa pandai menempatkan diri, menjaga tata susila serta senantiasa rendah hati dan menghormati orang lain. Selain unsur statis ada juga unsur dinamis, terutama yang berkaitan dengan tata bahasa yang dapat diubah disesuaikan dengan suasana dan memungkinkan untuk terus berkembang.

Permasalahan yang sering terjadi dalam pembelajaran bahasa Jawa muncul ketika bahasa Jawa dipelajari hanya sebatas pengetahuan saja. Jika seperti ini maka belajar bahasa Jawa baru pada tataran kognitif saja. Padahal belajar bahasa beserta kaidah atau tata bahasa sesungguhnya merupakan dasar untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa hal yang dapat dipetik dari pembelajaran bahasa Jawa setidak-tidaknya:
  1. Perlunya memperhatikan tata cara memberikan penghormatan kepada orang lain. Dalam hal ini biasanya berkaitan dengan faktor usia, status, kedudukan, keturunan, pangkat dan jabatan.
  2. Perlu memiliki perasaan yang peka, cepat tanggap terhadap situasi dan kondisi, berbudi pekerti yang halus, serta pandai menempatkan diri.
  3. Perlu memiliki hati yang tulus ikhlas, sehingga dalam bersikap sopan tidak hanya di lahir saja seperti bersandiwara atau karena suatu pamrih.
  4. Perlu senantiasa pandai membawa diri agar dalam pergaulan terasa selalu menyenangkan bagi siapapun yang bisa dilihat dari sikap, perilaku serta ekspresi wajah yang menyenangkan.
  5. Perlu senantiasa murah senyum, akrab, dan terbuka dalam pergaulan.
  6. Perlu menjaga keseimbangan dalam memberikan penghormatan kepada orang lain, sewajarnya tidak berlebihan dalam merendahkan diri. Tetapi juga perlu menjaga dari sikap terkesan sombong.

Mempelajari bahasa Jawa sesungguhnya merupakan bagian dari upaya melestarikan budaya Jawa. Berkaitan dengan perkembangan yang terjadi sekarang ini, kondisi dalam masyarakat sangat permisif dan memungkinkan orang tidak menggunakan bahasa Jawa dengan baik tetapi masyarakat pun tidak mempermasalahkannya. Hal ini sangat memprihatinkan sebab sebetulnya dari penggunaan bahasa Jawa sesuai dengan tata kramanya memiliki keutamaan yang sangat tinggi dalam membentuk kepribadian yang kuat, mantab, dan rasa tanggungjawab agar tidak mudah terpengaruh budaya asing yang tidak sesuai sebagai dampak globalisasi.

Aspek kepribadian yang terbentuk meliputi: moralitas untuk menjada supaya senantiasa sesuai nilai-nilai moral, individualitas agar bisa mandiri tidak tergantung kepada orang lain dan sosialitas dalam kaitannya melakukan darma bakti untuk masyarakat atau sesama manusia. Dengan menerapkan tata bahasa maka keutamaan-keutamaan yang menjadi aspek-aspek dalam pembentukan kepribadian sudah dimiliki. Jadi jika seseorang menerapkan tata bahasa, hal tersebut mencerminkan dimilikinya budi pekerti yang luhur dan berkepribadian yang utama.

Sangat jelas bahwa pembelajaran bahasa Jawa bukan untuk mendidik agar orang menjadi pandai berucap bahasa saja. Tetapi diharapkan juga memiliki rasa cinta terhadap bahasa Jawa dan yang lebih penting dapat menggunakan dalam pergaulan sehari-hari dengan baik dan benar agar nilai-nilai yang terkandung dalam bahasa menjadi merasuk ke dalam diri.

Dalam falsafah Jawa terdapat sesanti "Ajining dhiri saka lathi" yang artinya nilai diri seseorang terletak pada gerak lidahnya atau harga diri seseorang terletak pada ucapannya. Jika kata-kata yang diucapkan baik, sopan, sesuai dengan penggunaannya bisa menyenangkan hati orang yang mendengarkannya maka akan menimbulkan rasa simpati dan dihormati. Namun jika sebaliknya, kata-kata yang diucapkan keras, kasar, tidak memperhatikan perasaan orang lain maka akan menimbulkan masalah yang dapat meruntuhkan harga diri seseorang dan bahkan akan membuat orang lain tidak suka atau benci.

Diperbarui pada 11 Maret 2017.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar dengan baik dan bijak, menghormati satu sama lain. Terima kasih.

Tentang Kami

authorHalo, selamat datang di situs Vidhianjaya. Situs ini dikelola oleh admin yang juga merupakan seorang pendidik dari sekolah vokasi / kejuruan di bidang teknologi dan rekayasa dan Duta Teknologi Kemendikbudristek. Selain sebagai pendidik, kami juga aktif sebagai penulis, konten kreator, penggiat literasi dan digital, serta penggerak organisasi di bidang pendidikan. Kami suka berkarya, berkreasi, dan berbagi dalam banyak hal, terkhususnya bidang pendidikan, literasi, teknologi, sains, digital, dan informasi.
Selengkapnya →



Subscribe Channel

Video Pilihan